Thursday, February 19, 2015

Berlatih Meditasi Oleh Yang Mulia Olanda Ananda Thera

Pembicaraan tentang meditasi adalah tidak sama dengan mempraktekkan meditasi. Kadang-kadang kita membutuhkan beberapa petunjuk dalam melakukan meditasi, karena kita tidak selalu mengetahui bagaimana cara untuk bermeditasi. Oleh karena itu, pada malam hari ini saya akan mengajarkan kalian cara untuk bermeditasi. Duduklah dengan tenang dan dengarkan instruksi-instruksi berikut dengan baik. Sebelum memulai latihan meditasi yang akan saya ajarkan ini, kita akan melaksanakan Metta Bhavana (Pengembangan Cinta-Kasih Universal), dan setelah itu kita aka berlatih Anapanasati Bhavana atau Pengembangan Kesadaran pada nafas. Pada latihan Anapanasati tersebut, kita bukannaya mencona utnuk masuk pada keadaan yang tanpa sadara ataupun mencapai jhana-jhana, tetapi kita akan berlatih Satipatthana Bhavana (Pengembangan Kesadaran); dan sebagai langkah pertamanya adalah melatih Anapanasati (perhaan pada Pernafasan). SATI artinya Perhatian Murni atau Penyadaran Jeli atau Kesadaran (mindfulness), PATTHANA artinya dasar. Jadi Satipatthana artinya Dasar dari Kesadaran.
Apakah Dasar dari Kesadaran itu? Dasar dari Kesadaran adalah Badan jasmani kita, Perasaan, pencerapan/pengalaman, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran kita sendiri. Singkatnya, kita menyadari Pancakkhanda kita atau nama-rupa. Tujuan dari latihan ini adalah untuk belajar dapat melihat benda-benda sebagaimana mereka adanya.
Meditasi bukanlah semacam cara untuk melarikan diri dari kenyataan menuju fantasi atau khayalan. Sang Buddha mengajurkan kita untuk berlatih dan melihat benda-benda sebagaimana mereka sebenarnnya, atau dalam Bahasa Pali disebut Yathabutanana Dassana. Untuk dapat melihat benda-benda sebagaimana mereka adannya. Dibutuhkan adannya pikiranyang jernih, pikiran yagn tenang,dan pikiran yang bebas dari konsep-konsep, ide-ide, atau prasangka-prasangka. Bila dalam pikiran kita muncul ide-ide atau konsep-konsep atau angan-angan, maka kita harus menyadari bahwa kita sedang berpikir, bahwa kita sedang berfantasi, atau kita sedang melihat gambar dalam batin kita. Gambaran-gambaran batin tersebut memang betul adalah gambaran batin, tetapi mereka bukanlah sesuatu yang riil/nyata.
Juga misalnya bila kita mengalami perasaan nyaman, tidak nyaman, atau netral, mereka itu memang benar perasaan, tetapi hanya perasaan bukan aku, diriku atau milikku. Kalau muncul rasa nyaman, catat itu dalam batin: perasaan…… perasaan….. perasaan, kemudian kita jangan melekat kepada perasaan nyaman tersebut. Demikian juga bila anda mengalami rasa tidak nyaman misalnya sakit, maka cobalah untuk melihatnya sebagai: perasaan…. Perasaan……. Perasaan, dan jangan membenci kepada perasaan sakit tersebut. Jadi kita jangan mencoba untuk menekan perasaan itu, juga jangan melekat kepada perasaan itu, tetapi amatilah perasaaan tersebut saat ia muncul, saat ia bertahan sejenak, dan saat ia lenyap. Dengan demikian kita akan melihat ketidak-kekalan dari perasaan.
Kejadian seperti pada perasaan tersebut, juga berlaku untuk segala sesuatu yang kita lihat, kita dengar, kita cium, kita kecap, kita sentuh, dan kita pikirkan. Semua itu hanya muncul, bertahan sejenak, lalu lenyap.
Jadi tujuan utama dari latihan ini adalah untuk belajar hidup dengan penuh kesadaran, sadar dari waktu ke waktu. Tidak hanyut oleh kejadian-kejadian yang telah lampau dengan melekati atau menyesalinya, ataupun hanyut oleh angan-angan ke masa yang akan datang dengan pengharapan dan rasa cemas; tetapi kita sadar dari waktu ke waktu, apa yang sebenarnya terjadi disini sekarang.
Dengan demikian kita dapat mengetahui banyak hal – keseluruhan Dhamma-, yang sesungguhnya terkandung di dalam jasmani dan batun atau Pancakkhanda kita masing-masing. Kita tidak harus membaca banyak buku untuk menemukan apa sesungguhnya hidup dan kehidupan itu, tetapi kita dapat membaca ‘buku’ kita sendiri dengan mengamati pikiran, perasaan dan jasmani kita. Pengetahuan yang kita peroleh lewat meditasi ini disebut kebijaksaan (wisdom) atau Pengetahuan pandangan terang (Vipassana Nana), atau Pengetahuan yang dalam (Insight knowledge) atau Kebijaksaan yang tinggi (Insight wisdom). Kebijaksanaan atau pengetahuan yang tinggi tersebut atau penglihatan terhadap benda-benda sebagaimana mereka adannya itu dapat membantu kita untuk terbebas dari bebas keserakahan, kebncian, dan kebodohan/pandangan keliru, dan kemudian dapat membuat kita menjadi bahagia, damai, bebas dari beban-beban karma lampau kita. Dan hal tersebut bahkan dapat menolong kita untuk merealisasi Kebenaran Tertinggi (Unconditon Truth) dan Kedamaian Tertinggi (Highest Peace), yang mengatasi semua pengertian biasa yang ada didunia ini.
Jadi sekarang silakan kalian mengambil posisis duduk yang enak, dimana kalian dapat merasa seimbang/mantap, lalu dudujklah dengan tegak, tetapi tidak kaku. Letakkan tangan kiri dibawah tangan kanan, dan telapak tangan mengahadap keatas. Pejamkan mata, tetapi biarkan ia tetap rileks.
Pertama-tama, marilah kita kembangkan Metta atau perasaan Cinta-kasih Universal kepada semua makhluk, dimula dari diri kira sendiri. Masing-masing kembangkan Metta dengan memikirkan dan mengharapkan:
Semoga saya terbebas dari kemarahan dan ketakutan.…….…(diam sejenak)
Semoga saya terbebas dari keserakahan, kebencian, dan kegelapan.………(diam sejenak)
Semoga saya terbebas dari pertentangan dan penderitaan……(diam sejenak)
Semoga saya sejahtera, damai dan bahagia………(diam sejenak)
Semoga saya selamat dan bahagia………(diam sejenak)
Semoga semua makhluk, yang dekat maupun yang jauh, terbebas dari pertentangan dan penderitaan………(diam sejenak)
Semoga semua makhluk, manusia, binatang, yang tampak maupun yang tidak tampak, hidup sejahtera, damai dan bahagia. ………(diam sejenak)
Semoga semua mkhluk, di semua jurusan, di atas, di bawah, di sekeliling kita, yang dekat maupun jauh, selalu selamat dan bahagia. ………(diam sejenak)
Sekarang marilah kita alihkan perhatian kita, pertama-tama ke jasmani kita, yang duduk disini, dengan merasakan bagaimana jasmani yang menyentuh lantai dan merasakan keseluruhan jasmani dari bawah ke atas dan dari atas ke bawah (ujung jari kaki).
Juga kita sadar akan suara-suara yang ada disekitar kita, demikian juga keheningan yang ada di sekitar kita maupun di dalam diri kita. ………(diam sejenak)
Kemudian pergunakan Sati (Perhatian Murni) anda, pusatkan Perhatian anda, mula-mula naik dari bawah menuju ke atas badan, ke arah hidung (lubang hidung). Coba rasakan nafas anda; tariklah dua sampai tiga kali nafas panjag untuk merasakan udara yang menyentuh lubang hidung.………(diam sejenak)
Setelah menarik nafas panjang tadi dan anda dapat merasakan sentuhan udara di lubang hidung tersebut, sekarang bernafaslah seperti biasa (normal). Pusatkan perhatian anda pada lubang hidung, rasakan nafas masuk dan nafas keluar yagn selalu menyentuh titik tersebut. Kita jangan memaksakan nafas kita, Juga kita jangan mengikuti jalannya nafas yang masuk dan keluar, tetapi pusatkan perhatian anda hanya pada satu titik di lubang hidung anda. Kemudian cobalah lihat perasaan kita ketika permulaan, pertengahan dan akhir dari masing-masing nafas yang masuk dan keluar. ………(diam sejenak)
Dengan tenang, teruskanlah latihan ini untuk beberapa menit………(diam selama sekitar 10 menit)
Kadang-kadang pikiran anda tidak bisa tetap tnggal pada objek (nafas), tetapi mulai mengembara ke masa lampau atau ke masa yang akan datang. Jangan cemaskan hal itu, itu adalah wajar, alamiah, dan merupakan kondisi dari pikiran. Cobalah untuk menyadari secepat mungkin pikiran anda yang mengembara itu. Jangan melekat kepada bentuk-bentuk pikiran yang muncul, juga jangan mengutuk atau marah kepada bentuk-bentuk pikiran tersebut. Yang perlu anda lalukan hanyalah mencatatnya dalam batin: berpikir……. berpikir……. berpikir……., kemudian biarkan pikiran tersebut lewat/lalu. Lalu coba kembalikan perhatian anda kepada obyek semula, yaitu anapati (nafas): nafas masuk dan nafas keluar………(diam sejenak)
Kadang-kadang anda mungkin akan mendengar suara-suara tertentu di sekitar anda. Cukup anda sadari: mendengar….. mendengar…. mendengar. Apabila anda mendengar suarau-suara, jangalah sampai pikiran anda terbawa atau hanyut ileh suara tersebut. ………(diam sejenak)
Kadang-kadang anda akan merasakan sakit pada jasmani anda dan tidak dapat berkonsentrasi pada nafas – karena sakit di badan lebih kuat daripada obyek nafas nada -, cobalah untuk tidak mengubah posisi anda dengan seketika, tetapi pakailah perasaan sakit tersebut sebagai obyek yang jelas dari Perhatian anda. Jika anda tidak dapat merasakan nafas, tetapi merasakan sakit tersebut, bergembiralah karena anda sedang mendapatkan obyek yang jelas, dan menyadari bahwa perasaan itu yang dominasi sekarang. Biarikan ia terasa dalam kesadaran anda. Janganlah mencoba untuk melawannya atau menekannya, atau marah padannya – karena ia tidak menyenangkan-, tetapi cukup anda catat dalam batin: merasa sakit…. merasa sakit…… merasa sakit.
Kemudian ingatkan diri anda bawah nafas anda masih tetap berlangsung di sana (di lubang hidung), kemudian kembali arahkan pikiran anda ke lubang hidung. ………(diam sejenak)
Nafas yang tadi telah berlalu, nafas yang berikut belum hadir, tetapi anda dapat merasakan nafas yang sekarang. Setiap saat nafas yang berbeda akan masuk dan keluar.
Sekarang, sebelum kita mengakhiri latihan meditasi ini, marilah sekali lagi kita kembangkan Cinta-kasih Universal (Metta) kepada semua makhluk dengan mempraktekkan Metta Bhavana menurut cara anda masing-masing untuk beberapa menit.
Semoga semua makhluk sejahtera, damai dan bahagia………(diam sejenak)
Semoga semua makhluk selamat dan bahagia………(diam sejenak)
Sekarang, sebelum anda membuka mata anda, sadarilahj suara-suara ataupun keheningan yang ada disekitar anda dan di dalam diri anda. Kemudian rasakan jasmani anda yang sedang duduk di sini sekarang. Sambil menikmati kedamaian dan kebahagiaan, perlahan-lahan bukalah mata anda dan rileks-lah. (Latihan selesai)
[ Dikutip dari Mutiara Dhamma IV>(Sumber: khotbah Ven. Olande Ananda Thera di Denpasar tanggal 24 Nov 1991 ]

Wednesday, February 11, 2015

Halangan Dalam Meditasi

Mengapa Meditasiku Gak Maju-Maju?

Sutta ini menjelaskan mengapa meditasi seseorang tak berhasil. Landasan apa yang diperlukan supaya meditasi seseorang berhasil? Sang Buddha menjelaskan hal ini dengan begitu sederhananya.


Sumber: Meghiya Sutta (Udana IV.1 bagian dari Khuddaka Nikaya)


Demikian telah kudengar. Satu ketika Sang Bhagava tengah bersemayam di antara orang-orang Calika, di Gunung Calika. Adapun pada ketika itu YM Meghiya adalah pembantu Sang Bhagava. Kemudian YM Meghiya pergi kepada Sang Bhagava dan, ketika tiba, setelah menyalami beliau, berdiri di satu sisi. Sementara ia tengah berdiri di sana, ia berkata kepada Sang Bhagava, "Aku, Bhante, ingin pergi ke Desa Jantu untuk mengumpulkan makanan sedekah."


"Lakukanlah, Meghiya, apa yang engkau pikir sekarang waktunya untuk dilakukan."


Kemudian di pagi hari, YM Meghiya, setelah mengenakan jubah dan membawa mangkuk serta jubah-luarnya, memasuki Desa Jantu untuk mengumpulkan makanan sedekah. Setelah pergi mengumpulkan makanan sedekah di Desa Jantu, sehabis bersantap, kembali dari pengumpulan makanan sedekahnya, ia pergi ke tepi Sungai Kimikala. Sementara ia tengah berjalan di sepanjang tepi sungai untuk melatih kakinya, ia melihat sebuah hutan mangga yang menyenangkan, mempesona. Melihatnya, pikiran ini timbul padanya: "Betapa menyenangkan dan mempesonanya hutan mangga ini! Ini adalah sebuah tempat yang ideal bagi seorang putra kaum yang mencita-citakan upaya, untuk berupaya dalam meditasi. Bila Sang Bhagava memberiku ijin, aku ingin berupaya dalam meditasi di hutan mangga ini."


Maka YM Meghiya pergi kepada Sang Bhagava dan, ketika tiba, setelah menyalami beliau, duduk di satu sisi. Sementara ia tengah duduk di sana, ia berkata kepada Sang Bhagava, "Begini, Bhante, di pagi hari, setelah mengenakan jubah dan membawa mangkuk serta jubah-luarku, aku memasuki Desa Jantu untuk mengumpulkan makanan sedekah. Setelah pergi mengumpulkan makanan sedekah di Desa Jantu, sehabis bersantap, kembali dari pengumpulan makanan sedekahku, aku pergi ke tepi Sungai Kimikala. Sementara aku tengah berjalan di sepanjang tepi sungai untuk melatih kakiku, aku melihat sebuah hutan mangga yang menyenangkan, mempesona. Melihatnya, pikiran ini timbul padaku: 'Betapa menyenangkan dan mempesonanya hutan mangga ini! Ini adalah sebuah tempat yang ideal bagi seorang putra kaum yang mencita-citakan upaya, untuk berupaya dalam meditasi. Bila Sang Bhagava memberiku ijin, aku ingin pergi ke hutan mangga tersebut untuk berupaya dalam meditasi.' Bila Sang Bhagava, Bhante, mengijini ku, aku ingin pergi ke hutan mangga tersebut untuk berupaya dalam meditasi."


Ketika ini dikatakan, Sang Bhagava menanggapi YM Meghiya, "Selama aku masih sendirian, bersemayamlah di sini sampai bhikkhu lainnya datang."


Kedua kalinya, YM Meghiya berkata kepada Sang Bhagava, "Bhante, Sang Bhagava tidak punya sesuatu untuk dilakukan lebih lanjut, tidak punya sesuatu untuk ditambahkan kepada apa yang beliau telah lakukan. Aku, bagaimanapun, punya sesuatu untuk dilakukan lebih lanjut, sesuatu untuk ditambahkan kepada apa yang telah kulakukan. Bila Sang Bhagava mengijiniku, aku ingin pergi ke hutan mangga tersebut untuk berupaya dalam meditasi."


Kedua kalinya, Sang Bhagava menanggapi YM Meghiya, 'Selama aku masih sendirian, bersemayamlah di sini sampai bhikkhu lainnya datang."


Ketiga kalinya, YM Meghiya berkata kepada Sang Bhagava, "Bhante, Sang Bhagava tidak punya sesuatu untuk dilakukan lebih lanjut, tidak punya sesuatu untuk ditambahkan kepada apa yang beliau telah lakukan. Aku, bagaimanapun, punya sesuatu untuk dilakukan lebih lanjut, sesuatu untuk ditambahkan kepada apa yang telah kulakukan. Bila Sang Bhagava mengijiniku, aku ingin pergi ke hutan mangga tersebut untuk berupaya dalam meditasi."


"Karena engkau berbicara mengenai upaya, Meghiya, apa yang dapat kukatakan? Lakukanlah, Meghiya, apa yang engkau pikir sekarang waktunya untuk dilakukan."


Kemudian YM Meghiya, bangkit dari duduknya, menyalami Sang Bhagava dan mengitarinya di sebelah kanan, pergi ke hutan mangga tersebut. Ketika tiba, setelah pergi jauh ke dalam hutan tersebut, ia duduk di kaki sebuah pohon untuk bersemayam hari itu.


Adapun ketika YM Meghiya tengah bersemayam di hutan mangga, ia terus menerus dilanda oleh tiga jenis pemikiran buruk, tak-cakap, yakni - pemikiran keinderawian, pemikiran jahat, dan pemikiran celaka. Kemudian YM Meghiya membatin: "Betapa menakjubkan! Betapa mengagumkan! Walaupun dulu lewat keyakinan aku berkelana dari kehidupan berumah ke tak-berumah, masih saja aku dikuasai oleh tiga jenis pemikiran buruk, tak-cakap, yakni - pemikiran keinderawian, pemikiran jahat, dan pemikiran celaka." Keluar dari penyepiannya di sore hari, ia pergi kepada Sang Bhagava dan, ketika tiba, setelah menyalami beliau, duduk di satu sisi. Sementara tengah duduk di sana, ia berkata kepada Sang Bhagava, "Begini, Bhante, ketika aku tengah duduk di hutan mangga, aku terus menerus dilanda oleh tiga jenis pemikiran buruk, tak-cakap, yakni - pemikiran keinderawian, pemikiran jahat, dan pemikiran celaka. Kemudian aku membatin: 'Betapa menakjubkan! Betapa mengagumkan! Walaupun dulu lewat keyakinan aku berkelana dari kehidupan berumah ke tak-berumah, masih saja aku dikuasai oleh tiga jenis pemikiran buruk, tak-cakap, yakni - pemikiran keinderawian, pemikiran jahat, dan pemikiran celaka.'"


"Meghiya, bagi ia yang pembebasan benaknya masih belum matang, lima hal membawanya pada kematangan. Lima yang mana?


"Begini, Meghiya, bhikkhu tersebut memiliki para rekan, sahabat, dan kawan yang mengagumkan. Bagi ia yang pembebasan benaknya masih belum matang, inilah hal pertama yang membawanya pada kematangan.


"Selanjutnya, Megghiya, bhikkhu tersebut saleh. Ia hidup terkendali sesuai dengan Patimokkha, sempurna dalam perilaku dan lingkup kegiatannya. Ia melatih dirinya, setelah menjalani aturan-aturan latihan, melihat bahaya dalam kesalahan terkecilpun. Bagi ia yang pembebasan benaknya masih belum matang, inilah hal kedua yang membawanya pada kematangan.


"Selanjutnya, Meghiya, ia dapat mendengar sekehendaknya, dengan leluasa dan tanpa kesulitan, pembicaraan yang benar-benar arif dan mendukung pada terbukanya benak, yaitu, pembicaraan mengenai sedikitnya keinginan, mengenai kepuasan hati, mengenai penyepian, mengenai ketak-terjeratan, mengenai pembangkitan semangat, mengenai kesalehan, mengenai konsentrasi, mengenai kebijaksanaan, mengenai pembebasan, dan mengenai pengetahuan serta visiun pembebasan. Bagi ia yang pembebasan benaknya masih belum matang, inilah hal ketiga yang membawanya pada kematangan.


"Selanjutnya, ia menjaga semangatnya terbangkitkan untuk meninggalkan hal-hal (batiniah) yang tak-cakap dan untuk mengambil hal-hal yang cakap. Ia tabah, teguh dalam usahanya, tidak mengelakkan tugas-tugasnya berkenaan dengan hal-hal yang cakap. Bagi ia yang pembebasan benaknya masih belum matang, inilah hal keempat yang membawanya pada kematangan.


"Selanjutnya, ia penuh kebijaksanaan, dikaruniai dengan kebijaksanaan mengenai kemunculan dan keberlaluan -- mulia, menembus, mengarah pada habisnya penderitaan dengan benar. Bagi ia yang pembebasan benaknya masih belum matang, inilah hal kelima yang membawanya pada kematangan.


"Meghiya, ketika seorang bhikkhu memiliki para rekan, sahabat, dan kawan yang mengagumkan, akan dapat diharapkan bahwa ia akan berbudi-luhur, akan hidup terkendali sesuai dengan Patimokkha, sempurna dalam perilaku dan lingkup kegiatannya, dan akan melatih dirinya, setelah menjalani aturan-aturan latihan, melihat bahaya dalam kesalahan terkecilpun.


"Ketika seorang bhikkhu memiliki para rekan, sahabat, dan kawan yang mengagumkan, akan dapat diharapkan bahwa ia akan dapat mendengar sekendaknya, dengan leluasa dan tanpa kesulitan, pembicaraan yang benar-benar arif dan mendukung pada terbukanya benak, yaitu, pembicaraan mengenai sedikitnya keinginan, mengenai kepuasan hati, mengenai penyepian, mengenai ketakterjeratan, mengenai pembangkitan semangat, mengenai kesalehan, mengenai konsentrasi, mengenai kebijaksanaan, mengenai pembebasan, dan mengenai pengetahuan serta visiun pembebasan.


"Ketika seorang bhikkhu memiliki para rekan, sahabat, dan kawan yang mengagumkan, akan dapat diharapkan bahwa ia akan menjaga semangatnya terbangkitkan untuk meninggalkan hal-hal yang tak-cakap, dan untuk mengambil hal-hal yang cakap -- tabah, teguh dalam usahanya, tidak mengelakkan tugas-tugasnya berkenaan dengan hal-hal yang cakap.


"Ketika seorang bhikkhu memiliki para rekan, sahabat, dan kawan yang mengagumkan, akan dapat diharapkan bahwa ia akan penuh kebijaksanaan, dikaruniai dengan kebijaksanaan mengenai kemunculan dan keberlaluan - mulia, menembus, mengarah pada habisnya penderitaan dengan benar.


"Dan selanjutnya, sewaktu bhikkhu tersebut teguh dalam lima hal ini, terdapat empat hal tambahan yang ia hendaknya kembangkan: Ia hendaknya mengembangkan (perenungan akan) keburukrupaan agar dapat meninggalkan nafsu. Ia hendaknya mengembangkan cinta kasih agar dapat meninggalkan kehendak jahat. Ia hendaknya mengembangkan kesadaran atas masuk-dan-keluarnya nafas agar dapat memotong pemikiran. Ia hendaknya mengembangkan pencerapan mengenai ketidakkekalan agar dapat menumbangkan kecongkakan, 'aku ada.' Bagi seorang bhikkhu yang mencerap ketidakkekalan, pencerapan mengenai bukan-diri menjadi kokoh. Orang yang mencerap bukan-diri meraih tumbangnya kecongkakan, 'aku ada' - meraih Nibbana di sini dan sekarang."


Kemudian, menginsyafi pentingnya hal tersebut, Sang Bhagava ketika itu mengutarakan sabda ini:


Pemikiran sepele maupun pemikiran halus,

ketika diikuti, mengobarkan pikiran.
Tak memahami cara bekerjanya pikiran,
ia tunggang langgang, karena lalai mengendalikannya.

Namun memahami cara bekerjanya pikiran,

ia yang tekun dan seksama akan mengendalikannya dari
hal yang mengobarkan pikiran,
maka Ia yang telah bangun akan
membiarkan pikiran seperti itu berlalu tanpa jejak.